Imunisasi Dewasa, Upaya Preventif yang Terabaikan

Peran dokter merupakan faktor terbesar yang menggerakan masyarakat melakukan imunisasi. Belajar dari cara-cara imunisasi anak yang terbilang sukses.

Peduli Imunisasi Dewasa di Amerika Serikat yang dilakukan setiap Oktober, bila belum bisa diikuti, setidaknya dapat dijadikan peringatan terhadap upaya preventif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pasalnya, imunisasi sebagai salah satu langkah pencegahan telah terbukti ampuh membentengi diri dari ancaman penyakit. Dalam komunitas besar, imunisasi yang dilakukan secara masal telah terbukti dapat meeradikasi penyakit. Cacar dan polio, misalnya, merupakan penyakit yang telah dapat dieradikasi di banyak negara berkat imunisasi.

Belajar dari imunisasi anak, kelompok usia dewasa juga patut mendapat imunisasi. Bahkan, seperti dilansir dalam pertemuan tahunan American Society of Internal Medicine di Atlanta Amerika Serikat, tahun 2001, imunisasi dewasa dapat mencegah kematian seratus kali lipat dibanding pada anak. Upaya pencegahan menularnya penyakit–penyakit infeksi melalui imunisasi dewasa dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit di kalangan orang dewasa.

Seiring dengan itu, beberapa negara telah mencanangkan imunisasi dewasa secara masal untuk eradikasi penyakit tertentu. Negari Paman Sam, misalnya, beberapa puluh tahun lalu telah melakukan imunisasi influenza dan pneumokok. Beberapa penyakit seperti campak, rubella, dan hepatitis B menjadi target eradikasi di negara itu. Australia dengan program imunisasinya, telah berhasil melakukan vaksinasi terhadap 60% populasi usia lanjut yang berusia di atas 65 tahun. Sementara Kuba berhasil menurunkan kasus hepatitis B melalui imunisasi masal.

Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Upaya preventif ini untuk setiap orang dewasa yang menginginkan kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit tertentu. Memang, terkesan memakan biaya, namun sesungguhnya dana yang dikeluarkan untuk kesehatan jauh lebih rendah dibanding ketika harus terbaring sakit.

Suatu penelitian di Amerika telah membuktikan, imunisasi influenza pada orang berusia di bawah 65 tahun menunjukan pengurangan biaya, baik untuk pengobatan maupun biaya lain akibat kehilangan hari kerja. Dari penelitian itu, diketahui terdapat penurunan kunjungan ke dokter sekitar 34-44%, kehilangan hari kerja berkurang 32-45%, dan pemakaian obat seperti antibiotik menurun 25%. Bila dilihat cost effectiveness-nya, diperkirakan didapat penghematan rata-rata US$ 60-4000 per sakit di antara orang sehat usia 18-64 tahun. Penghematan ini bergantung pada harga vaksin, tingkat kesakitan, dan efektivitas vaksin melawan penyakit yang mirip influenza.

Bila ditelisik lebih jauh, penghematan ini terkait efikasi imunisasi. Data dari American College of Preventive Medicine menunjukan bahwa efektivitas vaksin influenza pada kelompok usia di bawah 65 tahun sebesar 70-90%. Sedangkan vaksin hepatitis B efektivitasnya dalam mencegah penyakit sebesar 80-95%. Efektivitas ini menurun pada kelompok usia lanjut. Efektivitas vaksin pneumokok sebesar 60-64%, sementara pada kelompok usia di atas 65 tahun efektivitasnya menurun sebesar 44-61%. Vaksin campak akan menimbulkan imunitas yang bertahan lama pada sekitar 95% orang yang divaksin. Jika diulang maka imunitas akan timbul pada kelompok non responder, dapat mencapai 90%. Vaksin gondongan dapat menurunkan insidens penyakit 75%-95%. Vaksin rubella efektivitasnya sekitar 95%. Vaksin tetanus efektivitasnya dapat mencapai 100% dan vaksin difteria sebesar 85%. Vaksin demam tifoid dapat menurunkan insiden sekitar 77%.

Prof. dr. Sjamsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, pada simposium JACIN…mengatakan indikasi imunisasi dewasa cukup luas. Penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan pada beberapa indikasi, yaitu riwayat paparan, risiko penularan, usia lanjut, status imun, pekerjaan, gaya hidup, dan rencana bepergian. Misalnya, vaksin tetanus toksoid diindikasikan untuk orang dengan riwayat paparan tertentu, vaksin influenza, hepatitis A, Tifoid, dan MMR diperlukan untuk orang yang berisiko terjadinya penularan, para usia lanjut dianjurkan diberi vaksinasi pneumokok dan influenza. Imunisasi hepatitis B pada petugas kesehatan perlu, mengingat kekerapan menderita penyakit ini lebih besar dibanding pada masyarakat. Vaksin Japanese B Encephalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever perlu diberikan bagi orang yang berencana mengadakan perjalanan ke tempat-tempat tertentu. Bagi jemaah haji diwajibkan diberi vaksin meningokok.

Terkait penggunaan imunisasi dewasa, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) pada 2003 telah merekomendasikan jadwal imunisasi dewasa. Dan sejak tahun 2004, beberapa konsensus vaksinasi dewasa telah direkomendasikan, termasuk vaksin HPV pada 2008. Beberapa vaksin seperti influenza, hepatitis B dan HPV menjadi prioritas untuk disosialisasikan. Guna menggalakan imunisasi dewasa, sejak tahun 2000 telah dilakukan kegiatan klinik imunisasi dewasa di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Meski telah memiliki perangkat imunisasi dewasa, namun penggunaan imunisasi di negeri ini masih amat terbatas. Sub Direktorat Imunisasi, Direktorat Jenderal P2PL, Depkes, melakukan program imunisasi dewasa baru pada wanita usia subur (WUS) yang meliputi calon pengantin dan wanita hamil dengan memberi imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan terbebas dari penyakit tetanus neonatorum. “Depkes belum ada data-data imunisasi dewasa lainnya, yang berjalan hanya imunisasi WUS dan wanita hamil,” kata DR. dr. Julitasari Sundoro, MSc, dari Ditjen. P2PL, Departemen Kesehatan.

Untuk imunisasi ini, lanjut Julitasari, telah berjalan cukup lama dan telah tersosialiasi hingga tingkat puskesmas. Depkes akan terus meningkatkan cakupan vaksin tetanus toksoid ini dengan program Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Di samping vaksinasi tetanus, Depkes juga mewajibkan vaksinasi meningitis dan menganjurkan vaksinasi influenza bagi jemaah haji, umroh dan TKI yang akan bepergian ke Saudi Arabia.

Meski imunisasi dewasa di Indonesia masih terbatas, namun mengingat tingginya prevalensi penyakit infeksi, vaksin-vaksin lain yang telah memperoleh persetujuan BPOM juga penting untuk dilaksanakan. “Depkes masih fokus pada imunisasi anak. Sementara imunisasi dewasa kendala pada besar biaya pengadaan vaksin dan biaya operasional yang tak sedikit,” kata Julitasari.

Terbentur biaya, bukan berarti upaya pelaksanaan imunisasi dewasa mati. Pada mulanya, imunisasi ini berjalan sebagian besar didanai masyarakat dan pihak swasta. Oleh karena itu, menurut Sjamsuridjal, upaya yang mesti dilakukan adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya imunisasi dewasa. Ternyata, dari penelitian di Australia, peran dokter merupakan faktor terbesar yang menggerakan masyarakat melakukan imunisasi. Selanjutnya, perlu kerjasama berbagai pihak seperti profesi dokter, farmasi, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah untuk menjalankan program imunisasi dewasa seperti layaknya imunisasi anak.


Sumber: Majalah Farmacia edisi Oktober 2008 (vol.8 no.3), halaman: 32